Senin, 14 Desember 2009

Khazanah Sabar Adalah Ibadah

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan prtolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap kekafiran mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mrka tipu dayakan (QS An-Nahl: 127)

Umpama tubuh, kdudukan sabar dalam adalah kepala. Beberapa atsar menyebutkan sabar adalah sebagian dari ad-dien. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim disebutkan sabar itu adalah cahaya. Menurut ijma’ ulama berlaku sabar adalah wajib. Kata ‘Washbir’ merupakan fi’il amar (kata perintah), sedangkan perintah itu menunjukkan suatu kewajiban.
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan kata sabar di dalam Al-Qur’an kurang lebih smbilan puluh tempat dalam enam belas bentuk dan setiap bentuknya mempunyai suatu manfaat. Atau dengan kata lain, dalam Al-Qur’an disebutkan enam belas bentuk manfaat sabar. Salah satunya adalah
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (QS. Az-zumar: 10)”.

Dalam sebuah atsar disebutkan: ‘Pada hari kiamat, didatangkan orang-orang yang selalu mendapatkan ujian atau musibah dari Allah di dunia, tidak di adakan persidangan bagi mereka dan tidak pula ditimbang amalan-amalannya bahkan mereka diberikan kebaikan-kebaikan yang melimpah. Karenanya orang-orang yang jarang mendatkan ujian atau musibah di dunia berangan-angan kalau sekiranya jasad mreka dipotong-potong dengan gunting, karena mereka iri melihat kebaikan, kesejahteraan dan kedudukan yang dianugerahkan Allah pada orang yang selalu sabar menghadapi ujian atau musibah.

Demikianlah pula sabar dan taqwa, keduanya merupakan dua perisai yang kuat lagi kokoh dalam menolak tipu daya musuh-musuh Allah dan rencana-rencana jahat mereka.
“Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik (QS. Yusuf: 90)”
“Jika kamu bersabar dan bertaqwa niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-Imran: 120).

Sabar itu ada bebarapa macam diantaranya:

Sabar di dalam mena’ati Allah
Sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan
Sabar dalam menghadapi ujian karena pilihan atau kehandaknya
Sabar dalam menghadapi ujian yang datang di luar kehendaknya.
Sabar dalam mena’ati Allah untuk tidak melakukan kemaksiatan padahal kesempatan terbuka lebar, kemampuan untuk melakukan besar, factor-faktor yang mendukung perbuatan maksiat tersedia, adalah lebih berat timbangannya dibanding sabar dalam mena’ati Allah karena itu satu-satunya alternative yang ada. Yang ini mndapat nilai yang mulia di sisi Allah yang itu juga mendapat nilai di sisi Allah.

Jika seseorang mmpunyai kekayaan yang berlimpah dan ia bersabar dari kesenangan dunia untuk menghambur-hamburkan kekayaannya dan hidup dengan kesederhanaan lebih berat timbangan sabarnya dari orang yang hidup dengan kesederhanaan karena itu satu-satunya pilihan yang ada. Seorang penguasa yang sabar dari pebuatan sewenang-wenang lebih besar timbangan kesabarannya dari orang biasa yang brsabar untuk tidak melakukan kesewnang-wenangan. Seorang muda lajang yang jauh dari orang tua, dengan bekal harta yang cukup dan bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan lebih berat timbangan kesabarannya dibanding pemuda lajang yang bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan karena hal itu adalah satu-satunya kondisi yang ada.
“seandainya dia tidak mlihat tanda dari Rabbnya. Demikianlah agar Kami memalingkan dari padanyakemungkaran dan kekejian, sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih ”(QS. Yusuf: 24)

Kesabaran bukanlah sebuah perbuatan tanpa usaha dan upaya bahkan sebaliknya sabar adalah hasil dari usaha yang keras unutk mengendalikan diri dan upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami keberadaan diri.
Sebuah salah kaprah kemudian jika orang mneyebut sabar adalah kondisi statis yang beku serta membuat tidak ingin berbuat apa-apa. Tentunya berbeda jauh antara kemalasan dan perbuatan sabar. Sabar karma Allah SWT, yakni senantiasa daenganberniat sepenuh hati dan mengarahkan pandangannya kepada Allah saja. Bahwasanya kita melkukan amalan-amalan ini dan bersabar atasnya. Bersabar dari kecaman orang ketika kita melakukan perbuatan baik, bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan ketika lingkungan sekitar kita menawarkannya, bersabar untuk melkukan perintah-printah Allah dengan istiqomah, bersabar atas usaha dan do’a dalam menanti janji-janji Allah. “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah” (QS. An-Nahl: 127)

Tafakur
Thola’al BADRU

Jika anda bertanya kepada seorang muslim atau muslimah yang taat, “siapa tokoh idola Anda?” Lalu dia mnjawab Muhammad, maka hal itu adalah hal yang biasa. Jika anda bertanya kapada seorang Kristen/Nasrani. Siapa tokoh idola anda? Jesus jawabannya, itupun sebuah wajar. Dan jika anda bertanyakepada ornag Yahudi, siapa idolanya? Kemudian dia menjaawab Musa. Itu juga jawaban yang wajar.

Namun jika anda bertanya kepada Nasrani/Kristen ataupun kepada orang Yahudi tentang siapa tokoh yang paling tebesar dan berpengaruh di dunia, dan dia tidak menjawab dengan Jesus atau Musa tetapi dengan jawaban ‘Muhammad’ maka hal inilah yang luar biasa. Michael H. Hart seorang sejarawan, ahli matematika dan astronom AS beberapa tahun yang silam pernah membuat buku berjudul “The 100: a Rangking of The Influential Person in History”. Yang berisi tentang peringkat orang-orang yang paling berpengaruh dalam sejarah. Dalam bukunya masuk orang-orang seperti Asoka. Aristoteles, Budha, Confusius, Hitler, Plato, Zoroaster. Dan pada bukunya itu dia juga meletakan Yesus pada peringkat ketiga dan Musa pad aperingkat ke empat puluh. Dan yang paling mengejutkan dan paling mencengangkan adlah peringkat pertama dan paling utama dalam bukunya itu ternyata “Muhammad” (Michael H. Hart, “The 100: a Rangking of The Influential Person in History” New York: Hart Publishing Company, Inc. 1978.).

Saya ragu apakah ada orang yang merubah kondisi manusia begitu besar seperti yang dibukukan oleh dia (Muhammad) “(R. U. C. Budley dalam “The Messenger, London 1946, hal 9). “Jika kebesaran tujuan, keterbatasan penilaian dan hasil yang mencengangkan adalah, tiga criteria kebesaran manusia, siapa yang bisa mempertaruhkannya di zaman modern ini dengan Muhammad? … Ahli pidato, ahli filsafat, Rasul, pemimpin Negara, pejuang, pencetus ide-ide, penemu keyakinan yang rasional, penemu 20 kekaisaran di bumi dan menjadikannya salah satu kekaisaran spiritual, dia adalah Muhammad. Berdasarkan semua standar kebesaran dan kejayaan yang bisa diukur, kita bisa bertanya, apakah ada ornag lain yang lebih besar dari pada beliau? (Lamartine dalam History de la Turquie (sejarah Turki) Paris 1854).
Thola’al Badru ‘alaina. Min tsaniyyatul waada’
Wajabasyukru’alaiana. Ma da’a lillahidaa
“Purnama telah terbit di atas kami, dari arah Tsaniyyatul wada’. Kita wajib mengucap syukur dengan do’a kepda Allah semata”.
‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi mu” (QS. AL_Ahzab: 21).

Muhasabah
Saya Ini Sedang Futur
(untuk saudaraku di bumi Allah)

Saya ini sednag future..
Terbukti dengan mulai malasnya saya datang ke pengajian setiap pekan
Dengan alasan klasik, sekolah, lelah, sibuklah, inilah, itulah…
Saya sedang kalah.
Lihat penampilan saya yang banyak berubah
Klimis tanpa jenggot
Pakai baju koko nggak pernah betah
Saya sedang future…
Baca al-Qur’an kurang, nonton TV doyan
Baca Al-Qur’an tak terkesan, nonton sinetron ketagihan
Saya sedang future…
Tak lagi pandai menjaga pandangan
Sering curi-curi sasaran
Saya ini sedang future…
Sangat sukar bangun malam tafakkur, lebih
Senang guling mendengkur.
Saya ini sedang future…
Jarang baca buku tentang Islam
Lagi demen baca Koran.
Saya ini sedang future…
Tak lagi bersyukur sudah mulai tidak jujur
Senang disanjung, dikritik murung.
Ya, saya ini sedang futur, kenapa saya future?
Kenapa tidak ada, seorang ikhwah pun menegur atau menghibur?
Kenapa batas-batas sudah mulai kendor, kenapa kepura-puraan, basa-basi, kekakuan masih subur?
Kenapa di antara kita sudah mulai tidak jujur?
Kenapa ukhuwah di antara kita sudah mulai hancur?
Kenapa di antara kita ada yang hanya pandai bertutur?
Ya Allah, berikanlah saya pelipur, agar tidak semakin future dan tersungkur…!!!

Selasa, 24 November 2009

ahlan wasahlan

pacaran dalam pandangan islam

adakah pacaran islami????

Soal pacaran di zaman sekarang nampaknya menjadia gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, fil dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa muda terutama remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.

Selama ini tampaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah.

Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan). Bagaimanapun mereka yang berpacaran , jika kebebasan seksual dalam pacaran diartikan sebagai hubunngan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang yang berpacaran akan sulit segi madlaratnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh: orang berpacaran cenderung mengenang dianya. Waktu luangnya (misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserapuntuk pacaran itu?

Atas dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedlaliman atas amanah orang tua. Secara sosio-kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik!

Pacaran yang sudah menjadi fenomena yang menggejala dan bahkan sudah seperti jamur di musim hujan menjadi sebuah ajang idola bagi remaja. Cinta memang sebuah anugrah, cinta hadir untuk memaniskan hidup di dunia apalagi rasa cinta terhadap lawan jenis, sang pujaan hati atau sang kekasih hati menjadikan rasa cinta itu begitu terasa manis bahkan kalau orang bilang bila orang sudah cinta maka empedu pun terasa seperti gula. Begitulah cinta, sungguh hal yang telah banyak menjerumuskan kaum muslimin ke dalam jurang kenistaan manakala tidak berada dalam jalur rel yang benar. Mereka sudah tidak tahu lagi mana cinta yang dibolehkan dan mana yang dilarang.