Selasa, 07 Desember 2010

Membangun kepribadian islami

MEMBANGUN KEPRIBADIAN islami


Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan paling mulia dibanding dengan makhluk-makhluk Allah lainnya. Allah SWT berfirman,

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” (QS. Al Isra: 70)

Urgensi Kepribadian Islami
Menjadi pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak hanya ajaran normatif yang hanya diyakini dan dipahami tanpa diwujudkan dalam kehidupan nyata, tapi Islam memadukan dua hal antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan , antara keimanan dan amal saleh. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini dalam Islam harus tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan sikap pribadi-pribadi muslim.

Syakhsiyah Islamiyah (kepribadian yang islami) tidak tumbuh seketika. Bagaikan bibit tanaman, ia perlu dipelihara dan ditumbuhkan secara bertahap berkesinambungan. Ia perlu dijaga dari hama yang bisa mematikan pertumbuhannya. Ia perlu disirami agar tetap segar dan terus tumbuh. Ia perlu dikenai sinar matahari agar senantiasa berkembang dengan normal. Bahkan suatu bibit tanaman perlu dipilihkan lahan yang subur yang bisa menjamin dirinya agar bisa terus tumbuh, berkuncup, berkembang dan berbuah.
Dalam diri manusia ada 3 potensi dasar yang harus dirawat secara seimbang agar syakhsiyah Islamiyah bersenyawa dalam diri manusia.

Memang, setiap jiwa yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Tapi bukan berarti kesucian dari lahir itu meniadakan upaya untuk membangun dan menjaganya, justru karena telah diawali dengan fitrah itulah, jiwa tersebut harus dijaga dan dirawat kesuciannya dan selanjutnya dibangun agar menjadi pribadi yang islami.




Ruang Lingkung Kepribadian Islami
Sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sebagai berikut:

A. Ruhiyah (Ma’nawiyah)

Aspek ruhiyah adalah aspek yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh setiap muslim. Sebab ruhiyah menjadi motor utama sisi lainnya, hal ini bisa kita simak dalam firman Allah SWT di Surat Asy-Syams : 7-10
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh sangat beruntung orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya,” (QS. Asy Syams: 7-10).

Dan dalam surat Al Hadid ayat 16:
“Belumkah datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka berdzikir kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab di dalamnya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik ” QS. Al-Hadid:16).

Ayat-ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita akan pentingnya untuk senantiasa menjaga ruhiyah, kerugian yang besar bagi orang yang mengotorinya dan peringatan keras agar kita meninggalkan amalan yang bisa mengeraskan hati. Bahkan tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah, menjadi pendorong untuk beramal saleh dan dia juga memperkokoh jiwa manusia dalam menyikapi berbagai problematika kehidupan.

Aspek-aspek yang sangat terkait dengan ma’nawiyah seseorang adalah:

a. Aspek Aqidah. Ruhiyah yang baik akan melahirkan aqidah yang lurus dan kokoh, dan sebaliknya ruhiyah yang lemah bisa menyebabkan lemahnya aqidah. Padahal aqidah adalah suatu keyakinan yang akan mewarnai sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu kalau ingin aqidahnya terbangun dengan baik maka ruhiyahnya harus dikokohkan. Jadi ruhiyah menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim karena dia akan mempengaruhi bangunan aqidahnya.

b. Aspek akhlaq. Akhlaq adalah bukti tingkah laku dari nilai yang diyakini seseorang. Akhlaq merupakan bagian penting dari keimanan. Akhlaq juga salah satu tolok ukur kesempurnaan iman seseorang. Terawatnya ruhiyah akan membuahkan bagusnya akhlaq seseorang. Allah swt dalam beberapa ayat senantiasa menggandengkan antara iman dengan berbuat baik. Rasulullah saw pun ketika ditanya tentang siapakah yang paling baik imannya ternyata jawab Rasulullah saw adalah yang baik akhlaqnya (“ahsanuhum khuluqan”)
أي المؤمنين افضل إيمانا ؟ قال احسنهم خلقا. رواه ابو داود والترمذى والنسائ والحاكم.
“Mukmin mana yang paling baik imannya? Jawab Rasulullah ” yang paling baik akhlaqnya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i)
Bahkan diutusnya Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- pun untuk menyempurnakan akhlaq manusia sehingga menjadi akhlaq yang islami
َ إًَِنما بعثت لأتمم مكا رم الأخلاق
Tolok ukur dan patokan baik dan tidaknya akhlaq adalah al-Qur’an. Itulah sebabnya akhlaq keseharian Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- merupakan cerminan dari Al-Qur’an yang beliau yakini. Hal ini terbukti dari jawaban Aisyah ra ketika ditanya tentang bagaimana akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- , jawab beliau “Akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- adalah al-Qur’an.
كان خلقه القرآن
c. Aspek tingkah laku. Tingkah laku adalah cerminan dari akhlaq yang melekat pada diri seseorang….


B. Fikriyah (‘Aqliyah)

Kepribadian Islami juga ditentukan oleh sejauh mana kokoh dan tidaknya aspek fikriyah. Kejernihan fikrah, kekuatan akal seseorang akan memunculkan amalan, kreativitas dan akan lebih dirasa daya manfaat seseorang untuk orang lain.

Fikrah yang dimaksud meliputi:

a. Wawasan keislaman. Sebagai seorang muslim menjadi keniscayaan bagi dia untuk memperluas wawasan keislaman. Sebab dengan wawasan keislaman akan memperkokoh keyakinan keimanan dan daya manfaat diri untuk orang lain.

b. Pola pikir islami. Pola pikir islami juga harus dibangun dalam diri seorang muslim. Semua alur berpikir seorang muslim harus mengarah dan bersumber pada satu sumber yaitu kebenaran dari Allah swt. Islam sangat menghargai kerja pikir ummatnya. Di dalam al-Qur’an pun sering kita jumpai ayat ayat yang menganjurkan untuk berpikir: “afala ta’qiluun, afala tatafakkaruun, la’allakum ta’qiluun, la’allakum tadzakkaruun,”
افلا تعقلون ,أفلا تذكرون, افلا تتفكرون, لعلكم تعقلون,لعلكم تذكرون
Seorang muslim harus senantiasa menggunakan daya pikirnya. Allah mewujudkan fenomena alam untuk dipikirkan, beraneka macamnya tingkah laku manusia sampai adanya aneka pemikiran dan pemahaman manusia hendaknya menjadi pemikiran seorang muslim. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa tujuan berpikir tidak lain adalah untuk meningkatkan keimanan kita kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ- bukan sebaliknya.

c. Disiplin (tepat) dan tetap (tsabat) dalam berislam. Sungguh kehidupan ini tidak terlepas dari ujian, rintangan dan tantangan serta hambatan. Ujian tersebut tidak akan berakhir sebelum nafasnya berakhir. Oleh sebab itulah untuk menghadapinya perlu tsabat dalam berpegang pada syariat Allah swt.
“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99)
Di surat Ali Imran: 102 Allah SWT menjelaskan,
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu sebenar-benar taqwa. Dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)
Begitu pentingnya tsabat dijalan Allah, sampai Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- mengajarkan do’a kepada ummatnya, sebagai berikut:
اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك (رواه الترمذى)
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati-hati kami untuk tetap berada pada agamaMu “

C. Amaliyah (Harokiyah)

Di antara sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sisi amaliyahnya. Amaliyah harakiah yang merubah kehidupan seorang mukmin menjadi lebih baik. Hal ini penting sebab amaliyah adalah satu di antara tiga tuntutan iman dan Islam seseorang.

Tiga tuntutan tersebut adalah:
al-iqror bil- lisan (ikrar dengan lisan),
at-tashdiq bil-qalb ( meyakini dengan hati), dan
al-amal bil jawarih (beramal dengan seluruh anggota badan).

Jadi tidak cukup seseorang menyatakan beriman tanpa mewujudkan apa yang diyakininya dalam bentuk amal yang nyata.
“Maka katakanlah “beramallah kamu niscaya Allah dan RasulNya serta orang-orang beriman akan melihat amalanmu itu. Dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. at-Taubah: 105)

Umat Islam dituntut oleh Allah –subhânahu wa ta`âlâ- untuk menunaikan sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun yang kolektif bahkan kewajiban yang sistemik. Kewajiban individual akan lebih khusyu’ dan lebih baik pelaksanaannya jika ditunjang dengan sistem yang kondusif. Shalat, puasa , zakat dan haji misalnya akan lebih baik dan lebih khusyu’ kalau dilaksanakan di tengah suasana yang aman tenteram dan kondusif. Apalagi kewajiban yang bersifat sistemik seperti dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad dsb, mutlak memerlukan ketersediaan perangkat sistem yang memungkinkan terlaksananya amal tersebut.
Pentingnya amaliyah harakiah dalam kehidupan seorang mukmin laksana air. Semakin banyak air bergerak dan mengalir semakin jernih dan semakin sehat air tersebut. Demikian juga seorang muslim semakin banyak amal baiknya, akan semakin banyak daya untuk membersihkan dirinya, sebab amalan yang baik bisa menjadi penghapus dosa. Simaklah QS. Huud: 114
“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam, sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan yang buruk (dosa), itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS. Huud: 114)


Ada sedikitnya tiga alasan kenapa seorang harus beramal:

1. Kewajiban diri pribadi.

Sebagai hamba Allah tentunya harus menyadari bahwa dirinya diciptakan bukan untuk hal yang sia-sia. Baik jin dan manusia Allah ciptakan untuk tujuan yang amat mulia yaitu untuk beribadah, menghamba kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ-. Amalan adalah bentuk refleksi dari rasa penghambaan diri kepada Dzat yang mencipta.
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah” (QS. Adz Dzaariyaat: 56)
Di samping itu pertanggungjawaban di depan mahkamah Allah nanti bersifat individu. Setiap individu akan merasakan balasan amalan diri pribadinya.
“Dan bahwasanya manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna” (QS. an-Najm: 39-41).

2. Kewajiban terhadap keluarga.

Keluarga adalah lapisan kedua dalam pembentukan ummat. Lapisan ini akan memiliki pengaruh yang kuat baik dan rusaknya sebuah ummat. Oleh sebab itulah seseorang dituntut untuk beramal karena terkait dengan kewajiban dia membentuk keluarga yang Islami, sebab tidak akan terbentuk masyarakat yang baik tanpa melalui pembentukan keluarga yang baik dan islami.
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim :6)
Setiap muslim seharusnya mampu membentuk keluarga yang berkhidmat untuk Islam, seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal islami di seluruh bidang kehidupan.


3. Kewajiban terhadap dakwah.

Beramal haraki bagi seorang muslim bukan hanya atas tuntutan kewajiban diri dan keluarganya saja, akan tetapi juga karena tuntutan dakwah. Islam tidak hanya menuntut seseorang saleh secara individu tapi juga saleh secara sosial.

“dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:71)

“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Ma’ruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Juga di dalam surat Fushshilat ayat 33:
“siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33)

Allahu a’lam.












ASPEK AQIDAH
01 Tidak berhubungan dengan jin
02 Tidak meminta tolong kepada orang yang berlindung kepada jin
03 Tidak meramal nasib dengan melihat telapak tangan
04 Tidak menghadiri majelis dukun dan peramal
05 Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan
06 Tidak meminta tolong kepada orang yang telah dikubur (mati)
07 Tidak bersumpah dengan selain Allah swt
08 Tidak tasya’um (merasa sial karena melihat atau mendengar sesuatu)
09 Mengikhlaskan amal untuk Allah swt
10 Mengimani rukun iman
11 Beriman kepada nikmat dan siksa kubur
12 Mensyukuri nikmat Allah swt saat mendapatkan nikmat
13 Menjadikan syetan sebagai musuh
14 Tidak mengikuti langkah-langkah syetan
15 Menerima dan tunduk secara penuh kepada Allah swt dan tidak bertahkimkepada selain yang diturunkan-Nya

ASPEK IBADAH
01 Ihsan dalam Thaharah (bersuci)
02 Ihsan dalam shalat
03 Hafal Surat Adh-Dhuha s.d An-Naas
04 Membayar zakat
05 Berpuasa fardhu
06 Niat melaksanakan haji
07 Komitmen dengan adab tilawah
08 Menjauhi dosa besar
09 Memenuhi nadzar
10 Menyebar luaskan salam
11 Menahan anggota tubuh dari segala yang haram
12 Tidak sungkan adzan
13 Bersemangat untuk shalat berjamaah
14 Bersemangat untuk berjamaah di masjid
15 Qiyamul-Lail minimal sekali sepekan
16 Berpuasa sunnat minimal sehari dalam sebulan
17 Khusyu’ dalam membaca Alquran
18 Hafal satu juz Alquran
19 Komitmen dengan wirid tilawah harian
20 Berdoa pada waktu-waktu utama
21 Menutup hari-harinya dengan bertaubat dan beristighfar
22 Berniat pada setiap melakukan perbuatan
23 Merutinkan dzikir pagi hari
24 Merutinkan dzikir sore hari
25 Dzikir kepada Allah swt dalam setiap keadaan
26 Beriktikaf pada bulan Ramadhan, jika mungkin
27 Mempergunakan siwak
28 Senantiasa menjaga kondisi Thaharah, jika mungkin

ASPEK AKHLAQ
01 Tidak takabbur (sombong)
02 Tidak imma’ah (asal ikut-ikutan, tidak punya prinsip)
03 Tidak dusta
04 Tidak mencaci-maki
05 Tidak mengadu domba
06 Tidak ghibah (membicarakan kejelekan orang lain)
07 Tidak menjadikan orang buruk sebagai teman/sahabat
08 Memenuhi janji
09 Birrul Walidain (berbakti pada orang tua)
10 Memiliki ghirah (rasa cemburu) pada keluarganya
11 Memiliki ghirah (rasa cemburu) pada agamanya
12 Tidak memotong pembicaraan orang lain
13 Tidak mencibir dengan isyarat apapun
14 Tidak menghina dan meremehkan orang lain
15 Menyayangi yang kecil
16 Menghormati yang besar
17 Menundukkan pandangan
18 Menyimpan rahasia
19 Menutupi dosa orang lain

ASPEK HARTA DAN KEKAYAAN
01 Menjauhi sumber penghasilan haram
02 Menjauhi riba
03 Menjauhi judi dengan segala macamnya
04 Menjauhi tindak penipuan
05 Membayar zakat
06 Tidak menunda dalam melaksanakan hak orang lain
07 Menabung, meskipun sedikit
08 Menjaga fasilitas umum
09 Menjaga fasilitas khusus

ASPEK KEILMUAN
01 Baik dalam membaca dan menulis
02 Memperhatikan hukum-hukum tilawah (kaidah membaca Al-Quran)
03 Mengkaji marhalah Makkiyah (fase kehidupan Nabi Muhammad ketika di
Makkah) dan menguasai karakteristiknya
04 Mengenal 10 sahabat yang dijamin masuk surga
05 Mengetahui hukum Thaharah
06 Mengetahui hukum Shalat
07 Mengetahui hukum Puasa
08 Menyadari adanya peperangan zionisme terhadap Islam
09 Mengetahui ghazwul fikri (perang pemikiran)
10 Mengetahui organisasi-organisasi terselubung
11 Mengetahui bahaya pembatasan kelahiran
12 Berpartisipasi dalam kerja-kerja jama’i
13 Membaca satu juz tafsir Alquran (juz 30)
14 Menghafalkan separuh Arba’in (1-20)
15 Menghafalkan 20 hadits pilihan dari Riyadhush-Shalihin
16 Membaca sesuatu yang di luar spesialisasinya 4 jam setiap pekan
17 Memperluas wawasan diri dengan sarana-sarana baru
18 Menjadi pendengar yang baik
19 Mengemukakan pendapatnya

ASPEK KESEHATAN
01 Bersih badan
02 Bersih pakaian
03 Bersih tempat tinggal
04 Komitmen dengan olah raga 2 jam setiap pekan
05 Bangun sebelum fajar
06 Memperhatikan tata cara baca yang sehat
07 Mencabut diri dari merokok
08 Komitmen dengan adab makan dan minum sesuai dengan sunnah
09 Tidak berlebihan dalam begadang
10 Menghindari tempat-tempat kotor dan polusi
11 Menghindari tempat-tempat bencana (bila masih di luar area)

ASPEK KESUNGGUHAN JIWA
01 Menjauhi segala yang haram
02 Menjauhi tempat-tempat maksiat
03 Menjauhi tempat-tempat bermain yang haram

ASPEK TATA KELOLA
01 Tidak menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga yang menentang Islam
02 Memperbaiki penampilannya

ASPEK MANAJEMEN WAKTU
01 Bangun pagi
02 Menghabiskan waktu untuk belajar

ASPEK KEMANFAATAN BAGI YANG LAIN
01 Melaksanakan hak kedua orang tua
02 Membantu yang membutuhkan
03 Memberi petunjuk orang tersesat
04 Ikut berpartisipasi dalam kegembiraan
05 Menikah dengan pasangan yang sesuai
Wallahu’alam

Senin, 14 Desember 2009

Khazanah Sabar Adalah Ibadah

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan prtolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap kekafiran mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mrka tipu dayakan (QS An-Nahl: 127)

Umpama tubuh, kdudukan sabar dalam adalah kepala. Beberapa atsar menyebutkan sabar adalah sebagian dari ad-dien. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim disebutkan sabar itu adalah cahaya. Menurut ijma’ ulama berlaku sabar adalah wajib. Kata ‘Washbir’ merupakan fi’il amar (kata perintah), sedangkan perintah itu menunjukkan suatu kewajiban.
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan kata sabar di dalam Al-Qur’an kurang lebih smbilan puluh tempat dalam enam belas bentuk dan setiap bentuknya mempunyai suatu manfaat. Atau dengan kata lain, dalam Al-Qur’an disebutkan enam belas bentuk manfaat sabar. Salah satunya adalah
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (QS. Az-zumar: 10)”.

Dalam sebuah atsar disebutkan: ‘Pada hari kiamat, didatangkan orang-orang yang selalu mendapatkan ujian atau musibah dari Allah di dunia, tidak di adakan persidangan bagi mereka dan tidak pula ditimbang amalan-amalannya bahkan mereka diberikan kebaikan-kebaikan yang melimpah. Karenanya orang-orang yang jarang mendatkan ujian atau musibah di dunia berangan-angan kalau sekiranya jasad mreka dipotong-potong dengan gunting, karena mereka iri melihat kebaikan, kesejahteraan dan kedudukan yang dianugerahkan Allah pada orang yang selalu sabar menghadapi ujian atau musibah.

Demikianlah pula sabar dan taqwa, keduanya merupakan dua perisai yang kuat lagi kokoh dalam menolak tipu daya musuh-musuh Allah dan rencana-rencana jahat mereka.
“Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik (QS. Yusuf: 90)”
“Jika kamu bersabar dan bertaqwa niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-Imran: 120).

Sabar itu ada bebarapa macam diantaranya:

Sabar di dalam mena’ati Allah
Sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan
Sabar dalam menghadapi ujian karena pilihan atau kehandaknya
Sabar dalam menghadapi ujian yang datang di luar kehendaknya.
Sabar dalam mena’ati Allah untuk tidak melakukan kemaksiatan padahal kesempatan terbuka lebar, kemampuan untuk melakukan besar, factor-faktor yang mendukung perbuatan maksiat tersedia, adalah lebih berat timbangannya dibanding sabar dalam mena’ati Allah karena itu satu-satunya alternative yang ada. Yang ini mndapat nilai yang mulia di sisi Allah yang itu juga mendapat nilai di sisi Allah.

Jika seseorang mmpunyai kekayaan yang berlimpah dan ia bersabar dari kesenangan dunia untuk menghambur-hamburkan kekayaannya dan hidup dengan kesederhanaan lebih berat timbangan sabarnya dari orang yang hidup dengan kesederhanaan karena itu satu-satunya pilihan yang ada. Seorang penguasa yang sabar dari pebuatan sewenang-wenang lebih besar timbangan kesabarannya dari orang biasa yang brsabar untuk tidak melakukan kesewnang-wenangan. Seorang muda lajang yang jauh dari orang tua, dengan bekal harta yang cukup dan bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan lebih berat timbangan kesabarannya dibanding pemuda lajang yang bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan karena hal itu adalah satu-satunya kondisi yang ada.
“seandainya dia tidak mlihat tanda dari Rabbnya. Demikianlah agar Kami memalingkan dari padanyakemungkaran dan kekejian, sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih ”(QS. Yusuf: 24)

Kesabaran bukanlah sebuah perbuatan tanpa usaha dan upaya bahkan sebaliknya sabar adalah hasil dari usaha yang keras unutk mengendalikan diri dan upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami keberadaan diri.
Sebuah salah kaprah kemudian jika orang mneyebut sabar adalah kondisi statis yang beku serta membuat tidak ingin berbuat apa-apa. Tentunya berbeda jauh antara kemalasan dan perbuatan sabar. Sabar karma Allah SWT, yakni senantiasa daenganberniat sepenuh hati dan mengarahkan pandangannya kepada Allah saja. Bahwasanya kita melkukan amalan-amalan ini dan bersabar atasnya. Bersabar dari kecaman orang ketika kita melakukan perbuatan baik, bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan ketika lingkungan sekitar kita menawarkannya, bersabar untuk melkukan perintah-printah Allah dengan istiqomah, bersabar atas usaha dan do’a dalam menanti janji-janji Allah. “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah” (QS. An-Nahl: 127)

Tafakur
Thola’al BADRU

Jika anda bertanya kepada seorang muslim atau muslimah yang taat, “siapa tokoh idola Anda?” Lalu dia mnjawab Muhammad, maka hal itu adalah hal yang biasa. Jika anda bertanya kapada seorang Kristen/Nasrani. Siapa tokoh idola anda? Jesus jawabannya, itupun sebuah wajar. Dan jika anda bertanyakepada ornag Yahudi, siapa idolanya? Kemudian dia menjaawab Musa. Itu juga jawaban yang wajar.

Namun jika anda bertanya kepada Nasrani/Kristen ataupun kepada orang Yahudi tentang siapa tokoh yang paling tebesar dan berpengaruh di dunia, dan dia tidak menjawab dengan Jesus atau Musa tetapi dengan jawaban ‘Muhammad’ maka hal inilah yang luar biasa. Michael H. Hart seorang sejarawan, ahli matematika dan astronom AS beberapa tahun yang silam pernah membuat buku berjudul “The 100: a Rangking of The Influential Person in History”. Yang berisi tentang peringkat orang-orang yang paling berpengaruh dalam sejarah. Dalam bukunya masuk orang-orang seperti Asoka. Aristoteles, Budha, Confusius, Hitler, Plato, Zoroaster. Dan pada bukunya itu dia juga meletakan Yesus pada peringkat ketiga dan Musa pad aperingkat ke empat puluh. Dan yang paling mengejutkan dan paling mencengangkan adlah peringkat pertama dan paling utama dalam bukunya itu ternyata “Muhammad” (Michael H. Hart, “The 100: a Rangking of The Influential Person in History” New York: Hart Publishing Company, Inc. 1978.).

Saya ragu apakah ada orang yang merubah kondisi manusia begitu besar seperti yang dibukukan oleh dia (Muhammad) “(R. U. C. Budley dalam “The Messenger, London 1946, hal 9). “Jika kebesaran tujuan, keterbatasan penilaian dan hasil yang mencengangkan adalah, tiga criteria kebesaran manusia, siapa yang bisa mempertaruhkannya di zaman modern ini dengan Muhammad? … Ahli pidato, ahli filsafat, Rasul, pemimpin Negara, pejuang, pencetus ide-ide, penemu keyakinan yang rasional, penemu 20 kekaisaran di bumi dan menjadikannya salah satu kekaisaran spiritual, dia adalah Muhammad. Berdasarkan semua standar kebesaran dan kejayaan yang bisa diukur, kita bisa bertanya, apakah ada ornag lain yang lebih besar dari pada beliau? (Lamartine dalam History de la Turquie (sejarah Turki) Paris 1854).
Thola’al Badru ‘alaina. Min tsaniyyatul waada’
Wajabasyukru’alaiana. Ma da’a lillahidaa
“Purnama telah terbit di atas kami, dari arah Tsaniyyatul wada’. Kita wajib mengucap syukur dengan do’a kepda Allah semata”.
‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi mu” (QS. AL_Ahzab: 21).

Muhasabah
Saya Ini Sedang Futur
(untuk saudaraku di bumi Allah)

Saya ini sednag future..
Terbukti dengan mulai malasnya saya datang ke pengajian setiap pekan
Dengan alasan klasik, sekolah, lelah, sibuklah, inilah, itulah…
Saya sedang kalah.
Lihat penampilan saya yang banyak berubah
Klimis tanpa jenggot
Pakai baju koko nggak pernah betah
Saya sedang future…
Baca al-Qur’an kurang, nonton TV doyan
Baca Al-Qur’an tak terkesan, nonton sinetron ketagihan
Saya sedang future…
Tak lagi pandai menjaga pandangan
Sering curi-curi sasaran
Saya ini sedang future…
Sangat sukar bangun malam tafakkur, lebih
Senang guling mendengkur.
Saya ini sedang future…
Jarang baca buku tentang Islam
Lagi demen baca Koran.
Saya ini sedang future…
Tak lagi bersyukur sudah mulai tidak jujur
Senang disanjung, dikritik murung.
Ya, saya ini sedang futur, kenapa saya future?
Kenapa tidak ada, seorang ikhwah pun menegur atau menghibur?
Kenapa batas-batas sudah mulai kendor, kenapa kepura-puraan, basa-basi, kekakuan masih subur?
Kenapa di antara kita sudah mulai tidak jujur?
Kenapa ukhuwah di antara kita sudah mulai hancur?
Kenapa di antara kita ada yang hanya pandai bertutur?
Ya Allah, berikanlah saya pelipur, agar tidak semakin future dan tersungkur…!!!

Selasa, 24 November 2009

ahlan wasahlan

pacaran dalam pandangan islam

adakah pacaran islami????

Soal pacaran di zaman sekarang nampaknya menjadia gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, fil dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa muda terutama remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.

Selama ini tampaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah.

Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan). Bagaimanapun mereka yang berpacaran , jika kebebasan seksual dalam pacaran diartikan sebagai hubunngan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang yang berpacaran akan sulit segi madlaratnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh: orang berpacaran cenderung mengenang dianya. Waktu luangnya (misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserapuntuk pacaran itu?

Atas dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedlaliman atas amanah orang tua. Secara sosio-kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik!

Pacaran yang sudah menjadi fenomena yang menggejala dan bahkan sudah seperti jamur di musim hujan menjadi sebuah ajang idola bagi remaja. Cinta memang sebuah anugrah, cinta hadir untuk memaniskan hidup di dunia apalagi rasa cinta terhadap lawan jenis, sang pujaan hati atau sang kekasih hati menjadikan rasa cinta itu begitu terasa manis bahkan kalau orang bilang bila orang sudah cinta maka empedu pun terasa seperti gula. Begitulah cinta, sungguh hal yang telah banyak menjerumuskan kaum muslimin ke dalam jurang kenistaan manakala tidak berada dalam jalur rel yang benar. Mereka sudah tidak tahu lagi mana cinta yang dibolehkan dan mana yang dilarang.